By 12 October 2022

Standar Kemiskinan G20 dan Sengkarut UMK di Brebes

 

Dewan Pangupahan (Topari) dan Ketua Kadin Brebes (Indra Kusuma)

Kemiskinan selalu menjadi isu mendasar dan krusial, termasuk di Indonesia. Adanya Inpres No. 4 tahun 2022 dikeluarkan untuk memastikan adanya penurunan kemiskinan ekstrim di Indonesia.

Lalu bagaimana kabar tindaklanjut Inpres no. 4 tahun 2022 masih ditunggu, apakah memang kemiskinan sudah bisa diturunkan atau kemiskinan malah meningkat dgn inflasi yang sudah mencapai 5.95 persen di September 2022 (yoy).

Menurun atau meningkatnya kemiskinan ditentukan oleh standar kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.

Standar kemiskinan per Maret 2022 yang dipakai Pemerintah Indonesia adalah seseorang dengan pendapatan Rp. 505 ribu per bulan atau kurang. Jadi seseorang punya pendapatan Rp. 510 ribu per bulan tidak disebut miskin.

Sementara Bank Dunia menstandarkan orang miskin bila pendapatannya $ 2.15 per hari atau bila dirupiahkan sekitar Rp.967 ribu per bulan. Jadi kalau pendapatan seseorang per bulan di bawah Rp.967 ribu disebut Bank Dunia sebagai orang miskin.

Bila Indonesia menggunakan standar Bank Dunia maka ada potensi tambahan 13 jutaan rakyat Indonesia yg disebut miskin.

Membandingkan standar kemiskinan antara Rp. 505 ribu per bulan versus $2.15 per hari, sebenarnya yang lebih menghargai kemanusiaan itu Bank Dunia, dibandingkan Pemerintah Indonesia.

Di tengah pertemuan Presidensi G20 di Bali, standar kemiskinan Indonesia di angka Rp. 505 ribu per bulan menjadi kontradiksi terhadap jargon “Recover Together, Recover Stronger”

Melihat dalam tataran lokal Kabupaten/Kota sebagai dasar menyerap aspirasi dan implementasi kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah mempunyai dampak yang benar-benar di rasakan oleh kalangan rakyat, yaitu dalam penentuan upah minimum kabupaten/kota guna mengangkat garis kemiskinan tersebut.

Sengkarut UMK di Brebes

Berdasarkan kondisi UMK Brebes tahun 2022 yaitu sebesar Rp 1.885.019,39 mengandung arti diatas garis kemiskinan baik standar Pemerintah itu sendiri maupun standar Bank Dunia.

Lalu pertanyaan juga kenapa Pemerintah juga menetapkan Brebes sebagai salah satu kabupaten yang dalam kategori kemiskinan ekstrim ?

Adapun untuk penentuannya UMK 2023 saat ini di Brebes sudah mulai menghangat adanya tuntutan dari Aliansi Masyarakat Brebes yang terdiri dari elemen masyarakat mahasiswa, buruh tani nelayan yang salah satu tuntutannya untuk kenaikan UMK tahun 2023 sebesar 30%.

Dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Brebes tersebut, dimana ada surat pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua DPRD Brebes dan Bupati Brebes di depan massa aksi pada tanggal 5 September 2022 yang menolak adanya kenaikan BBM.

Sisi lain elemen buruh yang bergabung dalam Serikat Pekerja Nasional melakukan aksi damai dengan melakukan audensi dengan Ketua DPRD Brebes, muncullah usulan kenaikan UMK Brebes 2023 sebesar 13% yang disampaikan pada tanggal 6 September 2022.

Berdasarkan perhitungan pada formulasi perhitungan UMK yang tercantum pada PP No 36 Tahun 2021, tentunya sudah cukup jelas, sehingga nantinya Dewan Pengupahan Brebes yang terdiri dari unsur Pemerintah, unsur Pengusaha, unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh bersama Akademisi menunggu hasil kerja BPS dan dimusyawarahkan untuk diajukan ke Bupati yang akan direkomendasikan ke Gubernur Jawa Tengah untuk ditetapkan.

Saling tumpang tindih standar pijakan membuat suatu garis kebijakan tersendiri, namun kita sebagai bagian dari masyarakat global tentunya mampu melihat dan membumikan kebijakan-kebijakan yang menyandarkan dengan fakta sosial, ekonomi dan perkembangan dinamika yang ada di sekitar kita dengan tidak memberikan tambahan angka-angka kemiskinan ekstrim.

Semoga harkat dan martabat rakyat bangsa ini menuju tatanan masyarakat khususnya Brebes yang _*Baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur*

(Penulis : Anggota Dewan Pengupahan Brebes)

 

Posted in: Opini