Miris, Kenaikan UMK di Brebes Abaikan Etika Ilmiah dan Aturan Main Pengupahan
Oleh : TOPARI, S.Sos.,MH.,M.IP (Anggota Dewan Pengupahan Brebes)
Penetapan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) di Brebes tahun 2023 ini terkesan saling silang sengkarut dengan kondisi real lapangan dunia usaha.
Pasalnya Pemkab Brebes masih menggunakan acuan lama sehingga terkesan meng-akomodir tuntutan Serikat Pekerja atau Buruh yang meminta kenaikan UMK di angka 13% jadi 2.113.483,40 pakai PP36/2021 dan pakai Permenaker 28/2022 minta naik 10%. Ini jelas mengabaikan etika.
Jadi secara etika ilmiah kenaikan tersebut tidaklah realistis, mengingat pengusaha juga punya beban produksi yang lainnya.
Belum adanya beban kondisi riil perusahaan di Kabupaten Brebes masih banyak perusahaan yang belum mengalami pulih pasca Pandemi Covid-19 dan ikut terimbas krisis global.
Efeknya diantaranya ada perusahaan yang sudah merumahkan karyawannya, mengurangi jam kerja dan bahkan sudah ada yang melakukan PHK dengan cukup banyak;
Sengkarut Sidang Pengupahan
Saat pertemuan Selasa 29 November 2022 di Hotel Anggraeni Jatibarang, sudah selesai ditandatangani oleh Pemerintah yang diwakili oleh Kadinperinaker selaku Ketua Dewan Pengupahan Brebes dan unsur Akademisi (Rektor UMUS) dan Akademisi UPS Tegal,
Sementara perwakilan Pengusaha (APINDO Brebes dan Kadin Brebes) bersama perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh sepakat tidak sepakat dan tidak menandatangani Berita Acara (BA).
Usai rapat Dewan Pengupahan Brebes tanggal 29 November 2022 di Jatibarang, sorenya Kepala Dinas Perinaker Brebes memanggil anggota Dewan Pengupahan dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Iwan dari SPSI PT. SMJ, Hasyim Asrori dari Serikat Pekerja PT. RPJ dan Imron Gozali dari KASBI PT. TSH).
Beberapa perwakilan Serikat Pekerja/Serikat Buruh ke ruangan Beliau dan ‘PATUT DICURIGAI’ ada deal-deal tersembunyi sehingga rapat pengupahan yg sudah selesai minta diulang.
Hingga pada tanggsl 30 November 2022 Rapat Dewan Pengupahan Brebes dari unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh langsung menyetujui walaupun pendapatnya dari SP/SB naik 13% dan 10%.
Namun pada tanggal 30 November 2022 Dinas Perinaker mengundang kembali rapat dan unsur APINDO Brebes menolak hasil Berita Acara (BA) nya karena telah terjadi pelanggaran mekanisme tata tertib dalam persidangan Dewan Pengupahan Brebes yaitu mereka (Pemerintah & Serikat Pekerja/Serikat Buruh) yang minta kenaikan upah, namun mengabaikan etika ilmiah dan aturan main Pengupahan.
Saat itu Perwakilan APINDO yaitu Edy Suryono dari PT Bintang Indokarya Gemilang dan Agung Giri Bogo dari PT Tah Sung Hung dan dari Dewan Pengupahan dan Kadin Brebes Topari.
Sedang dari unsur penerintah Brebes diwakili Kadinperinaker Eko Warsito dan perwakilan Serikat Buruh Iwan, Hasyim Asrori dan Imron Gozali
Adapun perdebatan pertemuan tersebut yakni angka kenaikan yang terpaksa tidak disepakati antara pengusaha yang diwakili DPK Apindo dan para pekerja atau buruh.
DPK APINDO Brebes-Kadin tetap pakai PP 36 tahun 2021 dengan angka di 1.993.601 naik 5,76%(108.582)
Serikat Pekerja/Buruh minta di angka naik 13% jadi 2.113.483,40 pakai PP36/2021 dan pakai Permenaker 28/2022 minta naik 10%.
Sedangkan Pemerintah Btebes pakai rujukan Permenaker 18/2022 diangka 2.018.836,92 naik 7,10% (133.817,53)
Baik utusan APINDO Brebes & Kadin dan Serikat Buruh/Serikat Pekerjapun akhirnya tidak ada kesepakatan hingga tidak ada yang tanda tangan.
Sudah tahu Permenaker 18 /2022 untuk PE (Pertumbuhan Ekonomi) harusnya pakai nilai patokan upah minimum Kabupaten, namun malah yang dipakai PE provinsi.
Keruwetan juga terjadi dari surat edaran Sekda Brebes ke Gubernur. Surat Sekda Brebes tertanggal 14 November 2022 ke Gubernur dengan usulan sebesar 13% sebelum dilangsungkan Sidang Dewan Pengupahan Brebes. Ini juga salah satu bukti ada pelanggaran mekanisme penetapan UMK Brebes Tahun 2023.
Padahal sidang Dewan Pengupahan Brebes baru dilaksanakan tgl 22 November dan 29 November 2022.(*)