By 8 August 2018

Kemiskinan, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Oleh: Neni Retnahayati
Statistisi Muda, BPS Pusat

Angka kemiskinan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tanggal 16 Juli 2018, membuat banyak pihak bereaksi dan sekarang menjadi topik hangat diperbincangkan sampai saat ini.

Angka kemiskinan yang menurun dari 26,58 juta jiwa (10,12 persen) pada September 2017 menjadi 25,95 juta jiwa (9,82 persen) pada Maret 2018.

Penurunan ini oleh sebagian kalangan sengaja dikaitkan dengan situasi politik.

BPS sebagai lembaga negara, tentulah tidak asal dalam menghitung angka kemiskinan.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kebutuhan dasar, yakni kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan.

Kebutuhan warga miskin

Jika telusuri lebih lanjut, yang dimaksud dengan garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran dari kebutuhan makanan dan minuman yaitu setara dengan 2100 kkalori perkapita per-hari.

Kemudian muncul pertanyaan, mengapa digunakan batas 2100 kalori. Alasannya karena untuk hidup sehat maka dalam sehari dibutuhkan rata-rata 2100 kkalori.

Hal ini mengacu pada batas kecukupan makan yang ditetapkan oleh Widya Karya Pangan dan gizi pada tahun 1987 serta rekomendasi dari FAO dan WHO untuk negara-negara berkembang.

Komoditas makanan memiliki peran yang sangat besar terhadap garis kemiskinan yaitu 73,48 persen.

Ada beberapa jenis komoditas makanan yang memiliki pengaruh besar terhadap garis kemiskinan, antara lain: beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan kopi instant (sachet), kue basah, tempe dan tahu.

Beras memiliki persentase terbesar terhadap garis kemiskinan makanan baik diwilayah perkotaan (20,95 persen) maupun diwilayah perdesaan (26,79 persen), diikuti oleh rokok kretek filter sebesar 11,07 persen untuk wilayah perkotaan dan 10,21 persen untuk wilayah perdesaan.

Garis kemiskinan bukan makanan merupakan penjumlahan dari nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya.

Dalam peghitungnnya, wilayah perkotaan diwakili oleh 51 jenis komoditas sedangkan diwilayah perdesaan hanya diwakili oleh 47 jenis komoditas bukan makanan.

Komoditas bukan makanan memiliki peran sebesar 26,52 persen terhadap garis kemiskinan.

Pada komoditas bukan makanan, perumahan memberikan pengaruh terbesar yaitu sebesar 8,30 persen diwilayah perkotaan dan 6,91 persen diwilayah perdesaan, diikuti komoditas bensin yaitu sebesar 4,36 persen diwilayah perkotaan dan 3,69 persen diwilayah perdesaan.

Listrik juga turut memberikan andil yakni sebesar 3,89 persen diwilayah perkotaan dan 2,01 persen diwilayah perdesaan.

Berdasarkan Susenas Maret 2018, angka kemiskinan diwilayah perdesaan sebesar 13,20 persen atau sekitar 15,81 juta jiwa, sedangkan diwilayah perkotaan sebesar 7,02 persen atau sekitar 10,14 juta jiwa.

Meskipun telah terjadi penurunan, akan tetapi dari waktu ke waktu angka kemiskinan di wilayah perdesaan lebih tinggi daripada di wilayah perkotaan.

Padahal, Selama ini Pemerintah telah berupaya menurunkan angka kemiskinan khususnya di wilayah perdesaan.

Dana Desa

Penurunan kemiskinan diperdesaan salah satunya melalui dana desa. Keberadaan dana desa diharapkan mampu berperan sebagai faktor pendorong kegiatan masyarakat di tingkat desa.

Pengelolaan dana desa diprioritaskan pada bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Penggunaan dana desa untuk bidang pembangunan desa diarahkan untuk pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana.

Penggunaan dana desa untuk bidang pemberdayaan masyarakat desa diantaranya diarahkan untukpengembangan kapasitas masyarakat desa dan Pengembangan ketahanan masyarakat desa.

Agar tujuan pemerintah dalam mengantaskan kemiskinan melalui dana desa dapat tercapai, maka diperlukan pendampingan dalam pemanfaatan dana desa, juga pembinaan aparatur desa melalui pelatihan dan pengawasan, serta ketersediaan sistem informasi dan pelaporan.

Akan tetapi sudahkah kualifikasi tersebut terpenuhi?

Penurunan kemiskinan juga dilakukan melalui kebijakan dan program pemerintah yang telah dikeluarkan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Rastra maupun bantuan pangan non tunai (BPNT), Beasiswa Pendidikan, dan jaminan kesehatan.

Kebijakan dan program tersebut dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran pada penduduk miskin.

Begitupula dengan stabilnya harga-harga yang terjadi pada periode September 2017 hingga Maret 2018, baik pada harga komoditas makanan yang memiliki pengaruh terbesar terhadap kemiskinan maupun pada komoditas bukan makanan. Inflasi umum yang terjadi pada periode tersebut, yakni sebesar 1,92 persen.

Menjaga stabilitas harga tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta juga dapat berperan aktif dalam mengurangi kemiskinan misalnya dengan cara memperpendek rantai perdagangan.

Masyarakat juga diharapkan dapat melakukan inovasi sehingga sektor pertanian dapat tumbuh lebih baik lagi.
Dengan demikian, penurunan angka kemiskinan dapat dilakukan, dan hendaknya menjadi tanggung jawab oleh semua kalangan, agar penurunan kemiskinan dapat konsiten terjadi. (*)

Posted in: Opini