By 30 June 2022

Menyoal Aplikasi MyPertamina yang Bikin Ribet Masyarakat Kecil

Oleh : Paramitha W Kusuma SE MM

( Anggota DPR-RI Fraksi PDIP )

Pada dasarnya saya tidak setuju dengan segala sesuatu yang membuat rakyat kecil ribet dan susah untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi hak bagi mereka.

Apalagi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina, pasti banyak warga (terutama masyarakat bawah)  yang tidak paham.

Menurut saya, akar permasalahan dari penggunaan aplikasi ini (MyPertamina) ada dua.

Pertama subsidi tidak tepat sasaran, bensin bersubsidi tidak sampai ke yang berhak. Makanya mau pakai aplikasi baru lagi, padahal dulu sudah ada program digitalisasi di lebih dari 5.500 SPBU.

Lalu apa hasilnya digitalisasi SPBU itu, berarti kan selama ini digitaliasi tidak benar-benar dijalankan dengan baik. Padahal digitalisasi itu sudah memakan dana triliyunan.

Menurut saya, ketimbang pakai aplikasi baru, Pertamina harusnya mengoptimalkan penggunaan digitalisasi yang sudah dipasang ketika Dirut Patra Niaga yang lama, Pak Mas’ud Khamid masih menjabat.

Tujuan digitalisasi itu kan sudah jelas agar Pertamina punya data akurat dan transparan. Kalau saja penerapan dgitalisasi itu dilakukan dengan baik, maka sebenarnya data penjualan Pertalite, Solar, dan Pertamax sudah ada jadi tidak perlu lagi pakai aplikasi baru untuk beli Pertalite. Ini terkait dengan akar masalah yang kedua yakni soal pengawasan.

Kalau soal pengawasan, yang bertanggung jawab adalah BPH Migas. Bukan Pertamina. Pertamina hanya menjalankan penugasan untuk mengadakan dan menyalurkan BBM bersubsidi hingga ke daerah terpencil.

Berarti, selama ini BPH sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan, tidak menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Yang memutuskan kuota BBM untuk tiap daerah itu kan BPH Migas, ketika mereka sudah bagikan kuotanya, kenapa mereka tidak bisa mengawasi? Sejatinya mereka harus bertuga sesuai tupoksinya.

Dari setiap liter BBM yang dibeli konsumen, itu ada fee yang didapat oleh BPH Migas. Berarti selama ini masyarakat selalu bayar fee ke BPH Migas dari tiap liter pembelian BBM tapi kok BPH Migas enak sekali kerjanya, karena berarti fee yang kita bayarkan sia-sia.

Dua Solusi

Jadi menurut saya solusinya dua, yakni Pertama, Maksimalkan pemanfaatan digitalisasi.

Sudah lebih dari 90% SPBU yang dipasangkan alat digitaliasasi di seluruh Indonesia tapi tidak dijalankan dengan baik.

Jangankan di Jakarta, di Jateng, Jatim, Sumatera itu banyak temuan digitalisasi yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Itu saja dibetulkan pelaksanaannya.

Kedua, BPH Migas tolong bekerja sesuai dengan tupoksi. Ini kalau aplikasi my Pertamina tersebut gagal lagi dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada yang berhak, pasti yang diserang nanti Pertamina dan Patra Niaga, bukan BPH Migas.

Kalau ada kelangkaan juga, pasti yang dibully Pertamina. Padahal BPH Migas yang bertanggung jawab sesuai dengan Undang-undang. (*l

 

Posted in: Opini